Cari Blog Ini

Jumat, 19 Agustus 2011

PERAN HAKIM AGUNG, METODE BERPIKIR JURIDIS DAN KONSEP KEADILAN DALAM SPIRIT REFORMASI

C. Konsep Keadilan Dalam Spirit Reformasi Yang Harus Diperhatikan Dan Diujudkan Oleh Hakim Agung.

     Menurut O Noto Hamidjojo ada 5 ada (Lima) macam keadilan yaitu; (l) justitia commutotive, (b) Justitia distributive,(3) justitia vindicative, (4) justitia creative,(5) Justitia protective, (6) Justitia legalis.(O. Notohamidjo, 1975: 53).
     Berbicara mengenai keadilan dalam konteks hukum merupakan satu hal yang tidak habis-habisnya dibicarakan oleh setiap orang' mulai dari perjalanan peradaban keberadaan umat manusia di muka bumi ini sampai perjalanan manusia saat ini, bahkan mungkin sampai akhir jaman.
     Prinsip-prinsip keadilan selalu sama dimanapun di dunia ini. Menurut Thomas Aquinas keadilan adalah memberikan kepada masing-masing sesuai dengan apa yang menjadi haknya yang didasarkan atas kehendak yang bersifat ajeg dan kekal, (E. Sumaryono, 1995: 122).
     Konsep dan konteks keadilan selain keadilan yang bersifat umum, ada konsep dan konteks keadilan menurut prinsip-prinsip yang bersifat khusus/memiliki karakteristik yang disesuaikan dengan falsafah suatu negara' seperti konsep keadilan menurut lndonesia tumbuh dan dikembangkan sesuai dengan falsafah Pancasila dan UUD Negara 1945' Antara konsep keadilan menurut penulis dikaitkan dengan konteks Pancasila danUUD Negara 1945, yaitu keadilan yang harus berpihak kepada kaum lemah (rakyat kecil),
karena mereka tidak mempunyai kekuatan (power) untuk melawan penguasa/kekuasaan (ekonomi, politik, sosial) yang menindas hak-hak kaum lemah, kecuali'hanya kekuatan moral, (Vide Pasal: 27, 28,28 A s'd 28 I,
Pasal 29 ayal (2), Pasal 34 UU Dasar Negara RI l94s).
     Mengenai keadilan Daniel Webster dalam Roescoe Pound berpendapat: Bahwa keadilan adalah kepentingan manusia yang paling luhur di bumi ini' Bagaimanapun juga keadilan itulah yang dicari orang tiada hentinya diperjuangkan oleh orang dengan gigihnya dinantikan oleh orang dengan penuh kepercayaan dari pihak kaum pengusa dan tetangganya dan orang akan menentang sekeras-kerasnya apabila keadilan tidak diberikan atau apabila keadilan tidak ada,(Roescoe Pound, 1965: 9, (diterjemalrkan oleh Muhammad Rajab).
     Sebenarnya para founding father telah menyatakan secara tegas di dalam konstitusional UUD Neg. Thn. 1945 bahwa Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaale) bukan negara yang didasarkan pada kekuasaan semata (machtstaate). Ini berarti bahwa tatanan politik yang dikehendaki adalah tatanan yang dijiwai dan yang mengacu pada asas kepastian hukum yang mengimplikasikan asas legalitas dan asas-asas yang menjamin keutuhan tatanan hukum, asas'asas persamaan yang mengimplikasikan asas .kebebasan, asas demokrasi dan asas pemerintatran berfungsi mengabdi rakyat serta asas kewenangan kekuasaan kehakiman yang bebas, mencakup juga asas peradilan yang imparsial objektif. Dengan demikian pemerintahan yang dikehendaki oleh bangsa Indonesia adalah pemerintahan yang didasarkan pada "rttle of low" dan"rule by law".
     Elemen-elemen negara hukum telah dikemukakan oleh Aber Venna Dicey dalam , bukunya yang terkenal Introduction to the Study of the Lnv of the Constitusion yang terbit pada tahun 1885, yaitu (1) Supremocy
of Lavv; (2) Equality before the low; dan (3) Constitusional based on Individual Rights' Sedangkan menurut Joeniarto diperlukan elemen-elemen pokok yang harus ada dalam rangka melaksanakan negara hukum (Joeniarto : 5 5 -62), Yaitu: (a) asas negara hukum (rule of law), O) asas negara hukum hanya mungkin bisa
dilaksanakan bila pelaksanaannya bersama-sama dengan pelaksanaan asas-asas lainnya, yaitu asas kedaulatan ralryat,asas demokrasi dan asas negara konstitusional, (c) hukum harus berfrngsi untuk mencari kebenararndan bertujuan untuk mencari keadilan, (d) hukum harus diartikan dalam arti luas dalam menjawab perkembangan dan dinamika zaman, (e) dalam negara perlu adanya pembagian kekuasaan dengan ketegasan
wewenangnya,pengawasan, pertangi awabannya dan sanksi-sanksnya melalui sitem
yang sempuma (f) adanya persamaan di dalam hukum dan pemerintahan, (g) segala tindakan apapun, baik pemerintatr atau penguasa negara atau warga negara harus didasarkan atas hukum, (h) hrus ada kesadaran hukum (sense of justice) yang tinggi, baik pada setiap orang anggota masyaraka/warga negara lainnya (i) adanyapengadilan yang bebas, mandiri atau merdeka dari segala macam pengaruh yang datangnya dari manapun juga, terutama dari pemerintahan, serta harus ada jaminan untuk itu(j) perlu adanya perincian tentang hak-hak asasi manusia sehingga dengan mudah dapat diketahui tentang hak-hak apa sajakah yang mendapatkan pengakuan, perlidungan, sertajaminan, terutama sekali dalam pelaksanaannya
     Secara formal dalam Konstitusi UUD 1945 prinsip-prinsip yang dikemukan oleh Diecey sudah lama diakomodir, namun apa yang tertulis secara konkrit dalam konstitusi tersebut banyak yang tidak sejalan dengan substansi yang terdapat dalam perkembangan pembangunan politik hukum sebagai bagian dari sistem hukum itu sendiri, dimulai sejak kita merdeka sampai era Orde Baru, bahkan juga sampai saat ini EraReformasi). Padahal suatu sistem hukum itu selalu "social andculturally peculiar", yang tidak lain disebabkan karena sistem itu mengandung muatan kosmologi yang kental. Maka untuk memahami dengan baik hukum suatu bangsa tidak dapat berhenti hanya pada membaca teks-teks undang-undanganya. Orang harus menukik lebih dalam untuk menggali dunia makna di belakang teks-teks tersebut, (Satjipto Rahardjo, 2008).
     Setelah era reformasi prinsip-prinsip yang terkandung dalam rule of law jelas sudah lebih direspons dan diakomidir dalam berbagai produk-produk hukum, tinggal implementasi yang masih jauh dari harapan masyarakat. Dengan kata lain persoalan saat ini menurut penulis tidak lagi semata-mata terletak pada kesalahan sistem (system error) tetapi justru lebih banyak terletak pada kesalahan sumber daya manusianya (human" error), oleh karena itu haruslah dibangun budaya hukum seluruh aparat hukum, utamanya hakim (agung) karena ditangan merekalah hukum itu lebih banyak ditentukan warnanya, good will dari seluruh aparatur negara, aparatur penegak hukum demikian juga budaya hukum masyarakat (Lawrence M. Friedman,1984: 5-7). Budaya hukum adalah sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum, kepercayaan merek4 nitai-nilai yang mereka anut, ide-ide dan pengharapan' mereka terhadap hukum. Dengan kata lain budaya hukum adalah iklim dari pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Apabila orang Amerika sangat peduli pada proses pengadilan, maka mereka sesungguhnya berbicara tentang budaya hukum, yaitu yang menentukan bagaimana
hukum itu digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Sebab dalam teori juri spredence bahwa hukum merupakan ekspresi dari budaya yang lebih luas.
     Sejak era reforrnasi bergulir semangat perubahan rczim dari yang otoriter menuju demokrasi telah dilakukan penataan terhadap berbagai lembaga negara, sehingga tidak sekedar membentuk kemandirian dari
lembaga-lembaga yang telah direposisi, sekaligus secara bertahap telah dilakukan penyesuaian dengan nilai-nilai demokrasi. Dengan demikian era reformasi merupakan momentum pencerahan bagi bangsa Indonesia, yang mengingatkan kita kembali ke Era Pencerahan yang disebut AuJklarung/Age of Enlightment) yang intinya negara harus diperintah oleh hukum bukan manusia (government of law, not men), (Budiono Kusumohamidjojo: hal. 53), artinya manusia individu akan berakhir tetapi sistem akan tetap berjalan.
     Sejalan dengan perkembangan kehidupan demokrasi dan perkembangan hukum yang telah dirintis sedemikian rupa oleh para tokoh reformasi sehingga hukum tidak dijadikan lagi sebagai alat penguasa untuk
mencapai tujuan politiknya, tetapi telah dijadikan sebagai sarana pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kepastian hukum sekaligus sebagai sarana mesin sosial (law is as a tool of social engineerirzg) untuk mencapai kemajuan,kesejahteraan bangsa dan perlindungan HAM. Kesejahteraan dalam hal ini tidak terlepas dari konteks keadilarL karena keadilan adalah kebatragiaan sosial, hanya manusia yangbahagialah yang dapat merasakan keadilan, (Hanskelsen/Terj ematran : 2008 :2)
     Konsepsi mengenai keadilan yang utama dalam spirit reformasi harus tetap kita kembalikan kepada pemahaman dan realisasi dari tujuan hukum itu sendiri sebagaimana telah ditentukan dalam prinsip-prinsip negara hukum (rule of law), dan masalah keadilan tidak bisa dilihat sebagai suatu masalah yang berdiri sendiri, oleh karena itu pemahaman terhadap konsep keadilan lebih-lebih dikaitkan dengan konteks spirit reformasi wajib diperhatikan oleh hakim (agung) dan para pelakana negara lainnya.
     Konsepsi keadilan itu terkait dengan masalah keadilan individual dan keadilan sosial. Pancasila dan UUD Thn. 1945 tidak,,,.semata-mata hanya memperhatikan keadiIan sosial, namun tetap juga memperhatikan
keadilan individual secara berimbang. Dengan demikian konsep keadilan adalah konsep yang relevan dengan hubungan antar umat manusia yang penerapannya disesuaikan dengan rasa keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan oleh karena itu tidak hanya semata-mata keadilan normatif.
     Seorang hakim (agung) harus dapat mempertegas dan membelankan rasa keadilan sebagaimana yang tercermin dalam keputusan-keputusan hakim itu sendiri, dengan mengacu pada pengertian-pengertian serta aturan-aturan yang baku, dengan cara demikian dapat dipahami oleh masyarakat, yang pada gilirannya berpeluang untuk ikut menghayati keadilan yang dirumuskan oleh hakim. Sebenamya rasa keadilan yang merata itulah yang menjadi soko guru dari konsep rule of law (Hanskelsen.2008 : 145). Sebaliknya jika terdapat kesenjangan, berarti antara rasa keadilan yang hidup dalam diri hakim dan rasa keadilan yang dipahami oleh masyarakat akan terdapat resiko berupa bahwa kepercayaan masyakarat kepada hakim berkurang. Karena di dalam masyarakat berlaku kepercayaan umum bahwa hakim adalah lambang dan benteng dari huhm yang hanrs dihormati demi kepentingan mereka sendiri, juga resiko lainya adalah masyarakat akan mengabaikan hukum. Semakin besar kesenjangan antara rasa keadilan hakim dengan rasa keadilan masyarakat kepada hukum, maka semakin besar tingkat kepercayaan ketidakperdulian masyarakat kepada hukum. Hal itulah juga sumber dari berkembangnya kebiasaan untuk main hakim sendiri yang pada akhimya akan memicu terjadinya tindakan anarkhi, padahal salah satu misi utama politik melalui
pelaksanaan hukum adalah justru menghindari timbulnya tindakan anarkhi.
     Dengan demikian segala persoalan yang dihadapi oleh bangsa ini hendaknya dikembalikan pemecahannya kepada prinsip-prinsip hukum lebih-lebih yang terkait dengan masalah-masalah yang memerlukan pemecahan
melalui jalur hukum, oleh karena itu prinsip rule of law hendaknya tercermin dalam proses hukum yang adil(due process of law). Dengan demikian menurut Thomas Aquinas, hukum tidak lain daripada pengaturan
secara rasional untuk kesejahteraan dan sentosa (well being) masyarakat secara keseluruhan tidak perduli siapa yang membuatnya, pemerintah atau masyarakat.Akibat yang diharapkan dari hukum adalah membimbing orang-orang yang diatumya ke arah kebajikan, (Peter Mahmud Marzuki, 2008 : 109). Untuk mencapai tujuan hukum dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan sentosa, maka para penegak hukum harus bersikap seperti yang dikemukakan oleh Lon L. Fuller dalam bukunyaAchmad Ali sbb: '7 have insisted that lqw be viewed as purposeful enterprise, dependentfor its success on the energy, insight, intelligence and
consciousness of those who conduct it,'(secara tegas saya melihat hukum sebagai suatu upaya yang mengandung maksud tertentu, keberhasilannya tergantung pada energi, wawasan, inteligensi dan kesadaran dari para pelaku hukum), (Achmad Ali, 2001 : l7).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rancangan UU HAP

Rancanga UU HAP

Refleksi keadilan