Cari Blog Ini

Sabtu, 20 Agustus 2011

Memahami Filsafat Hukum Dan Teori-Teori

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam kehidupan bernegara, salah satu hal yang harus ditegakkan adalah suatu kehidupan hukum dalam masyarakat. Pandangan ini diyakini tidak saja disebabkan negeri ini menganut paham Negara hukum, melainkan lebih melihat secara kritis kecenderungan yang akan terjadi dalam kehidupan bangsa Indonesia yang berkembang kearah suatu masyarakat modern. Teoritis dalam konteks membangun hukum yang bermuara pada karakter ke-Indonesian menjadi lebih penting, ketika pemikir hukum di negeri ini memiliki komitmen bahwa hukum nasional yang hendak diciptakan merupakan kerangka acuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk menemukan identitas hukum nasional. Di sinilah tugas berat dan tanggung jawab para ahli hukum dalam rangka penemuan hukum dan pengembangan asas hukum yang berkarakter Indonesia. Mengikuti irama dengan pengamatan Voltaire dan sesuai dengan UUD 1945, yang menempatkan hukum itu sendiri, maka hukum sepatutnya melandasi seluruh penghidupan manusia Indonesia, misalnya, penghidupan sosial, politik, agama dan budaya.

            Peranan hukum dalam masa pembangunan yang membawa perubahan-perubahan dengan cepat dalam struktur masyarakat serta dalam system nilai sosialnya menjadi perhatian luas dikarangan para sarjana hukum dan para cendikiawan lain yang ikut serta, baik aktif maupun pasif, dalam proses pembangunan itu. Pada satu sisi hukum diharapkan menjadi sarana untuk menciptakan ketertiban dan kemantapan tata hidup masyarakat, sedang di lain pihak pembangunan dengan sendirinya menciptakan gejala sosial baru yang berpengaruh pada sendi-sendi kehidupan mayarakat itu sendiri. (Khudzaifah Dimyati,2004:1-3)

            Untuk membuka pintu pemahaman mengenai filsafat hukum, pertama kali sekali [erlu di pahami apa filsafat dan apa hukum itu. Dengan mengetahui kedua hal tersebut, sekaligus juga akan di ketahui apa kaitan antara filsafat dan filsafat hukum, serta di mana letak filsafat hukum dalam konstelasi (ilmu) filsafat. Setelah mendapat pengertian yang bulat tentang filsafat hukum, perlu juga diketahui apa perlunya orang mempelajari filsafat hukum ini, dan apa perbedaanya dengan ilmu-ilmu yang objeknya juga hukum.

A.      PEMBIDANGAN FILSAFAT DAN LETAK FILSAFAT HUKUM

Mencari kaitan antara filsafat dan filsafat hukum, pertama-pertama perlu dilakukan pembidangan filsafat tersebut. Mengingat luasnya bidang filsafat itu, masing-masing ahli memberikan pembidangan sesuai dengan sudut pandang sendiri-sendiri pula. Ada kecenderungan bahwa bidang-bidang filsafat itu semakin bertambah. Sekalipun demikian, seringkali bidang-bidang telaah yang dimaksud belum memiliki kerangka analisis yang lengkap, sehingga belum memiliki kerangka analisis yang lengkap, sehingga belum dapat disebut sebagai cabang. Dalam hal demikian, bidang-bidang demikian lebih tepat disebut sebagai masalah-masalah filsafat atau tema-tema filsafat.

D. Runes dalam The Dictionary of Philosophy (1963) membagi filsafat dalam tiga cabang utama, yaitu:   
1. Ontologi
2. Epistimologi
3. aksiologi

Ontology adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang keberadaan sesuatu. Epistomologi adalah cabang filsafat menyelidiki tentang asal,syarat,susunan, dan metode. Aksiologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki tentang aksiolog hakikat nilai, criteria dan kedudukan metafisis (keberadaan).

Pembidangan tersebut sekali lagi menunjukkan betapa luasnya objek pembicaraan filsafat, yang juga memerlukan uraian yang panjang lebar untuk membahasnya. Secara singkat, gambaran tentang masing-masing bidang itu menurut pembagian yang dilakukan Kattsoff:
1.      logika, yaitu cabang filsafat yang membicarakn tentang tata cara penarikan kesimpulan
2.      metodelogi, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang teknik-teknik penelitian atau penyelidikan
3.      metafisika, cabang filsafat yang membicarakan hakikat segala sesuatu yang ada (dan mungkin ada)
4.      ontology, cabang filsafat yang membicarakan tentang asas-asas rasional dari kenyataan
5.      kosmologi, cabang filsafat yang membicarakan tentang bagaimanakah keadaanya sehingga ada asas-asas rasional dari kenyataan yang teratur itu
6.      epistemology, membicarakan tentang asal mula,susunan,metode-metode, dan sah nya pengetahuan
7.       biologi, kefilsafatan, yaitu cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat hidup
8.      psikologi kefilsafatan, membicarakan tentang jiwa
9.      antropologi kefilsafatan, Membicarakan tentang hakikat manusia
10.  sosiologi kefilsafatan, membicarakan tentang hakikat masyarakat dan Negara
11.  etika membicarakan tentang yang baik dan bruk dari perilaku manusia
12.  estetika, membicarakan tentang keindahan
13.  filsafat agama, membicarakan tentang hakikat agama
(Darji Darmodiharjo & Shidarta,2006:1-10)

B.      Relevansi Kontemporer Dari Filsafat Hukum
Membahas filsafat hukum dewasa ini, lebih-lebih dalam program pascasarjana, merupakan tugas yang nyaris mustahil di dunia, apalagi di Indonesia. Para pemikir filsafat hukum yang relative sedikit jumlahnya, apalagi jika dibandingkan misalnya dengan jumlah para ahli ekonomi atau para ahli di berbagai bidang ilmu lainnya, membuat mereka menjadi semakin terpencil di dunia yang heboh dengan gaya hidup yang semakin global tetapi acapkali dengan mental primordial ini.pada harian kompas tanggal 4 september 1995 misalnya, memeuat laporan mengenai pidato mantan Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad di Institut Teknologi Bandung yang berisi kecaman tajam terhadap anomaly social yang bersumber di kalangan atas masyarakat kita. Untuk edisi bulan yang sama, Majalah Warnasari menampilkan wawacara dengan jendral Besar (Purn.) Abdul Haris Nasution, yang secara tidak langsung sebenarnya menunjuk pada sumber dari anomaly social itu. Nasution antara lain menyatakan bahwa musuh Indonesia bukanlah terutama PKI, melainkan kemunafikan.

Belum setahun kemudian, tanggal 19 juli 1996 Ketua MPR/DPR Letnan Jendral (Purn.) Wahono di depan DPR-RI menyatakan bahwa budaya kemunafikan telah melanda sebagian masyarakat Indonesia, termasuk lapisan kepemimpinannya, dan kenyataan itu dalah jauh dari cita-cita moral yang tercantum dalam UUD 1945. tidak adilnya adalah, biasanya rakyat jelata lalu dijadikan kambing hitam dari anomaly social maupun keracunan hukum yang cenderung semakin merajalela itu. Karena itu, berpikir tentang filsafat hukum di tengah masyarakat yang membiarkan aneka penyimpangan berlangsung sacara hamper-hampir tanpa hambatan adalah mirip dengan bersemedi di tengah pasar. Kedua-duanya menjadi pekerjaan yang sukar dan seperti tidak ada relevansi aktualnya, bahkan seperti tidak ada gunanya untuk siapapun. Filsafat hukum lalu beresiko manjadi anakron dalam hidup manusia. Dalam kaitan itulah filsafat hukum menjadi relevan untuk semua kalangan profesi hukum, dan dalam jangkauan yang lebih jauh juga bagi mereka yang bekerja di sector ekonomi dan bisnis. Dalam fosafat hukum kita hendak berfikir reflektif tentang hukum sebagai gejala yang dipranatakan oleh manusia. Melalui filsafat hukum kita melakukan refleksi yang terus-menerus terhadap sendi-sendi yang menjadi tumpuan dari keseimbangan dan keadilan itu.

Singkat kata, melalui filsafat hukum itu berupaya untuk paling sedikit menyumbang (antara lain) bagi kelangsungan pengolahan serta distribusi sumber-sumber daya dunia demi manfaat umat manusia. Dalam kerangka itulah filsafat hukum lebih-lebih memiliki pamrih untuk menumbuhkan kehidupan komunitas manusia yang lebih tertib dan adil, terutama karena dalam kenyataan manusia tidak pernah sama beruntungnya dalam bidang apapun.

C.      Memahami Pemikiran Mengenai Hukum
Istilah “hukum” yang digunakan dalam bahasa kita berasal dari perkataan huk’mun dalam bahasa arab, yang artinya adalah “menetapkan”. Ilmu hukum pada dasarnya adalah memang ilmu mengenai aturan dan kaidah yang ditetapkan untuk berlaku dalam masyarakat. Filsafat hukum adalah cabang dari ilmu filsafat, dan bukan cabang dri ilmu hukum. Sebagai bagian dari ilmu filsafat, filsafat hukum membedakan diri dari cabang ilmu filsafat lainnya bukan karena filsafat hukum itu merupakan ilmu filsafat tersendiri, melainkan karena filsafat hukum mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan persoalan-persoalan dasar mengenai hukum yang dicari jawabannya pada tataran filsafat.
Filsafat hukum juga harus di bedakan dari teori hukum. Filsafat hukum juga memberi tempat bagi pembahasan mengenai aneka teori hukum yang spesifik yang dikembangkan dari waktu ke waktu. Masa setelah zaman Aufklarung misalnya, adalah zaman yang kaya dengan aneka teori hukum. Kaufmann melihat factor yang membedakan filsafat hukum dan teori hukum dari orientasinya: filsafat hukum lebih berorientasi kepada muatan, sedangkan teori lebih berorientasi kepada bentuknya. (Budiono Kusumohami djojo,2004:1-17)

Filsafat hukum mencari hakekat dari pada hukum, yang menyelidiki kaidah hukum sebagai pertimbangan nilai-nilai. (Soetikno,1976:10) Filsafat hukum adalah perenungan dan perumusan nilai-nilai; kecuali itu filsafat juga mencakup penyerasian denganketentraman, antara kebendaan dengan keahlakan dan antara kelanggengan/ conservative dengan pembaharuan. (Purnadi Purba caraka dan Soerjono Soekanto,1979:11)

Filsafat hukum menghendaki jawaban atas pertanyaan: apakah hukum? Ia menghendaki agar kita berfikir masak-masak tentang tanggapan kita dan bertanya pada diri sendiri, apa yang sebenarnya kita tanggap tentang hukum. Tak dapatkah ilmu pengethuan hukum menjawabnya? Dapat: hanya, tak dapat ia memberikan jawaban yang serba memuaskan, karena ia tak lain daripada jawaban yang sepuhal, karena ilmu pengetahuan hukum hanya melihat gejala-gejala hukum belaka. (Van Apeldoorn,1975)

Apakah tujuan dari hukum itu? Apakah semua syarat keadilan? Apakah keadilan itu? Bagaimanakah hubungannya antara hukum dan keadilan? Dengan pertanyaan-oertanyaan denikian orang sudah melewati batas-batas ilmu pengetahuan hukum sebagaimana arti lazimnya dan menginjak lapangan. Filsafat hukum mempersoalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat dasar dari hukum. Filsafat berasal dari kata yunani “filosofia” yang merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata filo sofia berarti cinta (yaitu ingin) dan sofia berarti kebijaksanaan. Dengan kata lain filosofia dapat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan.(Lili Rasyidi,1990:1-5)

Seluruh pemikiran teori hukum pada satu sisi berkaitan dengan filsafat, dan sisi lain dengan teori-teori para ahli Metafisika klasik jerman atau para pengikut aliran Neo-Kant. Pada saat yang lain focus pada kajiannya adalah ideology politik, seperti dalam teori-teori hukum sosialisme dan fascisme. Dan kadang-kadang ilmu pengetahuan dan ideology politik berbaur menjadi suatu system yang bulat, yang unsur-unsur dari kedua bidang tersebut tidak mudah untuk ditelusuri, seperti dalam system skolastik atau dalam system filsafat hegel. Semua teori-teori harus memuat unsur filsafat dan memperoleh warnanya serta isinya yang khas dari teori polotik dari gagasan tenteng bentuk masyarakat yang terbaik. Sebab semua pemikiran tentang tujuan hukum didasrkan atas konsepsi tentang manusia, baik secara individu yang berakal maupun sebagai insan pilitik.

Beberapa pemikiran hukum pada awalnya adalah filsuf, dan menjadi ahli hukum demi lengkapnya system filsafat mereka. Beberapa pemikir lainnya pada awalnya merupakan ahli polotik, dan menjadi ahli hukum karena mereka merasa perlu mengutarakan pemikiran politik mereka dalam bentuk hukum. Namun demikian demikian, teori hukum itu harus mendapat tempat yang dimaksud; sebab, seperti akan dijelaskan dalam buku ini ahli hukum, baik sebagai pembuat undang-undang maupun sebagai hakim, baik sebagai warga biasa maupun sebagai seorang ahli,sadar atau tidak, selalu berpedoman pada prinsip-prinsip yang dianutnya dan yang mengandung unsur-unsur teori hukum yang bermula dari ajaran-ajaran filsafat dan teori politik.

Dalam formulasi Radbruch, tugas teori hukum adalah untuk membuat jelas nilai-nilai hukum dan postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam. Persoalannya adalah dimana jawababan terhadap hubungan hukum dengan agama, etika, ekonomi dan ilmu pengetahuan, yang tidak diberi jawaban yang sifatnya umum. Kesemua bidang ini merupakan sumber-sumber yang dapat memberi bahan bagi suatu teori hukum. Agama memepengaruhi pandangan filsafat dan pandangan politik dari ajaran skolasti, prinsip-prinsip etika mempengaruhi filsafat hukum Kant, ekonomi mendasari filsafat hukum Marxisme, sedangkan ilmu pengetahuan empiris memberi inspirasi terhadap pendekatan fungsionalis gerakan realis. Hal ini memberikan analisa secara terperinci mengenai premis-premis teori hukum, baik yang sifatnya filsafat, politis maupun yang bersifat non hukum, tetapi ke semua itu akan dibahas secara umum, oleh karena itu teori-teori hukum pada zaman dahulu dilandasi oleh teori filsafat dan politik umum. Sedangkan teori-teori hukum modern dibahas dalam bahasa dan system pemikiran para ahli hukum sendiri. Perbedaannya terletak dalam metode dan penekanannya. Teori hukum para ahli modern, seperti teori hukum para filosof ajaran skolastik, didasrkan atas keyakinan tertinggi yang ilhamnya datang dari luar bidang hukum itu sendiri. (W.Friedman,1993:1-3)

Tiga filsuf besar yakni Kant, Fichte, dan Hegel, yang filsafat hukumnya memang tepat untuk diketengahkan,hamper tidak habis-habisnya mengisi produktifitas ilmiah pada waktu itu. Mereka adalah tokoh-tokoh yang sangat menonjol, dan maing-masing dari mereka mempersembahkan sebagian besar dari filsafatnya untuk hukum. Kant, Fitche, dan Hegel sangat berbeda dalam sistem-sistem dan kesimpulan-kesimpulan mereka, namun mengenai gagasan pokok mereka sependapat. mereka mendasarkan filsafat hukumnya pada pendapat tertentu, yang mereka temukan dengan meneliti fikiran manusia; dalam mengkaji fikiran manusia, mereka mulai dari prinsip pokok aristoteles: bahwa manusia adalah makhluk yang berakal dengan kehendak bebas yang membedakannya dari alam.

Seperti halnya binatang, manusia juga merupakan bagian dari alam, sehingga ia tunduk pada hukum-hukum dari alam fisik. Tetapi karena dikaruniai akal, ia sekaligus berbeda dari alam dan bahkan mampu mendominasinya. Kant (1724-1804) :  Kant mewujudkan dan mengembangkan hasil pemikiran filsafat selama berabad-abad dalam suatu system yang luas dan mendalam, telah memberikan landasan yang baru kepada pemikiran modern, yang tidak dapat diabaikan oleh filsafat yang muncul sesudahnya. Copernican turn yang ia berikan kepada filsafat adalah untuk menggatikan metode empiris dan psikologis dengan metode kritis melui suatu usaha yang mendasarkan ciri nasional dari hidup dan dunia, tidajk atas pengamatan, fakta-fakta dan masalah tetapi atas kesadaran manusia sendiri.

Karyanya yang utama terdiri dari tiga bagian pokok, sesuai dengan tiga fungsi kesadaran manusia, yakni berfikir, berkehendak, dan merasakan.
1. “kritik atas akal murni” berhubungan dengan persepsi.
2. “kritik atas akal praktis, mengenai moralitas.
3. “kritik atas kemampuan menilai” mengenai estetika.
Dari semua ini, hanya bagian kesatu dan kedua yang perlu kita perhatikan. Untuk dapat memahami filsafat hukum.
Kant, dalam kritik atas akal murni, menegaskan dirinya sendiri untuk menganalisa dunia sebagaimana tampak pada kesadaran manusia. Realitas absolute seperti itu Ding an Sich, membuat Kant, seperti Plato, beranggapan bahwa manusia tidak dapat mengetahuainya. Kant membuat perbedaan yang fundamental antara bentuk dan masalah.

            Kant meneliti apakah banyak prinsip-prinsip umum yang dapat dijadikan dasar kehendak manusia dan dengan demikian menjadi dasar perbuatan etis. Dasar semacam itu tidak dapat diperoleh dari pengalaman. Hal tersebut harus diberikan secara apriori, tetapi tidak sebagai kebutuhan logis; hal tersebut hanya dapat dinyatakan sebagai suatu dalil bagi manusia untuk berbuat sesuai dengan dalil ini, dan berakal.

Substansi dalil etika ini adalah Catagorial Imperative dari Kant yang terkenal. Itu pasti karena berbeda dengan bentuk perintah hipotesis yang mengatakan: “kalau anda menghendaki ini, lakukan itu.” Categorical Imperative memerintahkan: “lakukanlah ini tanpa memperhatikan sedikit pun tujuan khusus yang mungkin anda inginkan ataupun tidak.” Yang berikut ini adalah apa yang dikatakan oleh Categorical Imperative-nya Kant: “berbuatlah dengan cara sebegitu rupa sehingga aksioma dari perbuatan anda dapat dijadikan hasil dari perbuatan umum. ”inperative ini merupakan dasar filsafat moral dan filsafat hukum Kant. Ditegaskan bahwa seluruh filsafat hukum Kant merupakn tori tentang “hukum yang seharusnya ada.”

Hukum adalah keseluruhan kondisi, dengan mana kehendak yang sewenang-wenang dari individu dapat digabungkan dengan kehendak yang lain, dalam lingkup suatu hukum kebebasan. Kewajiban-kewajiban berdasarkan hukum ada tiga prinsip ulpian yaitu: Honeste vivere, neminem laedere, suum cuique tribuere. Mengenai hak, ia membedakan hak-hak alami dari hak-hak yang diperoleh. Tetapi ia mengakui hanya ada satu hak alami: kebebasan manusia sepanjang kebebasan ini dapat berdampingan dengan kebebasan manusia lain menurut hukum umum. Pada prinsipnya Kant berpendapat bahwa hukum hanya benar kalau setidak-tidaknya memungkinkan seluruh penduduk menyetujuinya. Ia mendukung pemisahan kekuasaan dan menentang hak-hak istimewa karena keturunan yang diterapkan gereja dan otonomi dari badan-badan hukum; ia juga mendukung kebebasan berbicara. Di pihak lain, kalau warga diizinkan secara bebas mengkritik tindakan-tindakan pemerintah tetapi tak pernah berusaha untuk menentangnya, maka kita memiliki kesatuan semangat kebebasan dengan kepatuhan kepada hukum dan loyalitas terhadap Negara, yang merupakan cita-cita poloitik dari suatu Negara.

            Konsepsi masyarakat individualistic dari Kant secara ligis dikembangkan dalam teori-teori hukum internasionalnya. Tujuan adalah mnjadikan suatu Negara dunia yang universal. Pembentuk suatu kontitusi republic atas dasar kemerdekaan dan persamaan Negara-negara, bagi Kant, merupakan suatu langkah maju Liga Negara Negara untuk menjamin perdamaian.

FICHTE (1762-1814) : Seperti hal nya filsafat hukum Kant, disimpulkan dari kesadaran makhluk yang berakal. Tidak ada mahkluk berakal yang dapat membayangkan dirinya sendiri tanpa menganggap berasal dari aktifitas yang bebas bagi dirinya. Tetapi ia tidak dapat melakuakn hal ini tanpa anggapan yang sama bagi orang lain. Kebebasan adalah kebutuhan timbale balik. Hubungan-hubungan hukum adalah bagian dari hubungan-hubungan antar pribadi, yang secara timbale balik mengatur pengakuan dan definisi letak dari kebebasan masing-masing atas dasar individualitas yang bebas. Hubungan antara individu dan Negara didefinisikan dalam tiga prinsip:
1.      Dengan pemenuhan kewajiban-kawajiban warga seseorang menjadi anggota dari Negara.
2.      Hukum membatasi dan menjamin hak-hak individu
3.      Di luar bidang kewajiban-kewajiban warga ini, individu adalah bebas dan hanya bertanggunga jawab kepada dirinya sendiri.

HEGEL (1770-1831): Filsafat Hegel merupakan usaha yang paling komperenhensif dan ambisius yang pernah dilakukan untuk memberi penjelasan teoritis yang lengkap tentang alam semesta. System Hegel adalah Monotis. Bagi Hegel: “apa yang masuk akal adalah benar, dan apa yang benar adalah masuk akal.” Filsafat adalah mempertahankan pendirian, dan secara konsekuen dengan tegas menolak tiap antinomy antara ide dan pengalaman, atau antara akal dan kenyataan. Dalam filsafat Hegel hal ini meliputi bidang lembaga hukum,etika dan politik. Semua ini lembaga ini adalah ungkapan dari fikiran manusia yang bebas, yang ingin mewujudkan dirinya dalam objektivitas, dalam lembaga-lembaga. (W.FRIEDMANN, 1994:1-11)
            Manusia sebagai salah satu isi alam semesta yang dijadikan objek filsafat yang menelaah dari berbagai segi. Salah satu di antaranya ialah mengenai tingkah lakunya (filsafat etika). Sebagai dari tingkah laku ini lalu diselidiki secara mendalam oleh filsafat hukum. Hubungan antara filsafat dan filsafat hukum itu terlihat dalam skema sebagai berikut :
Filsafat manusia          -           genus filsafatnya
Filsafat etika               -           species filsafat
Filsafat hukum            -           subspecies filsafat

Masalah-masalah dasar yang menjadi perhatian para filsuf masa dahulu terbatas pada masalah tujuan hukum, terutama masalah keadilan. Hubungan hukum alam dan hukum positif, hubungan Negara dan hukum, dan lain-lain. Filsafat hukum hanyalah merupakan produk sampingan. Tetapi pada masa kini, objek pembahasan filsafat hukum tidak hanya menjadi masalah  tujuan hukum saja, akan tetapi setiap permasalahan yang mendasar sifatnya yang muncul di dalam masyarakat yang memerlukan suatu pemecahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rancangan UU HAP

Rancanga UU HAP

Refleksi keadilan